Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apa Itu Strategi Teori Chaos Rezim, Menciptakan Kekacauan untuk Berkuasa?

Gambar: computerhope

Di tengah ketidakpastian politik dan sosial di berbagai belahan dunia, muncul satu pola yang kerap digunakan oleh penguasa untuk mempertahankan kekuasaan mereka: menciptakan kekacauan. Bukan kekacauan tanpa arah, tetapi kekacauan yang terstruktur dan dimanipulasi — inilah yang dikenal oleh para analis politik sebagai "teori chaos" yang diciptakan oleh rezim.

Meskipun tidak tercatat sebagai teori formal dalam ilmu politik, konsep ini telah lama diamati dalam praktik kekuasaan di berbagai negara, dari rezim otoriter hingga pemerintahan demokratis yang mulai condong ke arah iliberal. Tujuannya satu: menggunakan krisis sebagai alat untuk memperkuat legitimasi dan melanggengkan kekuasaan.

Teori chaos dalam konteks politik merujuk pada strategi penciptaan atau pemeliharaan kekacauan sosial, politik, dan ekonomi yang disengaja atau dimanfaatkan oleh rezim.

Strategi ini bekerja dengan cara menciptakan ketidakpastian dan ketakutan, sehingga publik merasa hanya pemerintah yang ada — seburuk apapun — yang mampu menyelamatkan mereka dari kondisi tersebut. Ketika rakyat takut, mereka lebih mudah diatur. Dalam konteks ini, "kekacauan" adalah alat, bukan musuh.

Beberapa pola umum dari strategi chaos ini antara lain:

1. Penciptaan Musuh Bersama
Pemerintah menciptakan narasi ancaman dari luar, seperti "teroris", "radikalis", atau "asing", untuk menyatukan rakyat di bawah satu bendera: negara.

2. Membiarkan Konflik Horizontal
Ketika konflik antaragama, ras, atau kelompok politik dibiarkan bahkan dipantik secara halus, masyarakat akan sibuk berkonflik satu sama lain ketimbang mengkritik kekuasaan.

3. Menggiring Opini Publik Lewat Ketakutan
Media dikontrol atau diarahkan untuk menyoroti krisis dan ancaman secara berlebihan, menciptakan mentalitas pengepungan.

4. Penundaan atau Pembenaran Kebijakan Reaktif
Ketika situasi dianggap “tidak aman”, pemerintah merasa berhak menerapkan kebijakan represif — pembatasan kebebasan sipil.

Konsep ini tidak lahir dari ruang hampa. Sejumlah pemikir dan tokoh dunia telah lama mengkritik praktik ini, seperti: Noam Chomsky. Dalam teorinya tentang manufacturing consent, Chomsky menjelaskan bagaimana elite politik dan media bekerja sama untuk menciptakan ilusi ancaman, agar publik mendukung kebijakan yang sebetulnya merugikan mereka sendiri. 

Naomi Klein, melalui bukunya The Shock Doctrine, Klein menunjukkan bagaimana rezim dan korporasi memanfaatkan krisis — baik yang terjadi alami maupun yang direkayasa — untuk mengimplementasikan kebijakan yang tak populer dan merugikan rakyat.

Giorgio Agamben, Agamben memperkenalkan konsep state of exception, yaitu kondisi di mana hukum ditangguhkan karena krisis, dan pemerintah mengambil alih semua kendali. Ia menyatakan bahwa krisis terus-menerus membuat kondisi darurat menjadi “normal”.

George Orwell, meskipun melalui fiksi, Orwell dalam 1984 memberikan gambaran gamblang tentang bagaimana pemerintah menciptakan konflik abadi agar rakyat terus merasa terancam, dan karena itu tunduk pada kekuasaan absolut.

Lalu siapa yang diuntungkan? Jawabannya jelas rezim yang sedang berkuasa. Dalam situasi krisis, rakyat lebih cenderung “berdamai” dengan penguasa yang represif ketimbang mengambil risiko perubahan. Dalam ketakutan, masyarakat memilih stabilitas semu daripada kebebasan sejati.

Ironisnya, kekacauan yang mestinya diatasi oleh pemerintah malah menjadi sumber kekuatan politik mereka.

Ketika suatu rezim terlalu sering memanfaatkan krisis untuk memperkuat cengkeramannya, kita harus mulai bertanya:
Apakah kekacauan ini sungguhan, ataukah sengaja diciptakan?

Di tengah dunia yang makin kompleks, penting bagi publik untuk tetap kritis dan tidak larut dalam narasi ketakutan yang bisa jadi hanyalah alat politik.

Karena dalam kekacauan yang dibuat-buat, selalu ada pihak yang diuntungkan — dan itu hampir tidak pernah rakyat. (Dari berbagai sumber/007/RED)



Posting Komentar untuk "Apa Itu Strategi Teori Chaos Rezim, Menciptakan Kekacauan untuk Berkuasa?"